Selasa, 07 Januari 2014
makalah hakekat mipa
HAKEKAT MIPA
Tugas Dasar-Dasar MIPA

Penulis :
Nama : Hesty Muhannah
Nim : A1C312007
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Fisika Reguler Universitas Jambi
Tahun Ajaran 2013
A. Hakekat Matematika Menurut Beberapa Ahli
Apakah matematika itu ?” tidak dapat dengan mudah
dijawab. Hal ini dikarenakan sampai saat ini belum ada kepastian mengenai
pengertian matematika karena pengetahuan dan pandangan masing-masing dari para
ahli yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang
bilangan dan ruang, matematika merupakan bahasa simbol, matematika adalah
bahasa numerik, matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, matematika
adalah metode berpikir logis, matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan
pola, bentuk dan struktur, matematika adalah ratunya ilmu dan juga menjadi
pelayan ilmu yang lain. Matematika adalah salah satu pengetahuan tertua yang
terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang. Matematika adalah suatu disiplin
ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan
alam.
Kata matematika
berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan
Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal
katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata
mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu
mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal
katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan
berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio
(penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi
matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan
idea, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980 :148).
Ada beberapa definisi dari beberapa para ahli mengenai
matematika, diantaranya :
seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang
menggambarkan simpulan-simpulan yang penting". Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika
merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka
tidak merujuk kepada kenyataan”.
Lain halnya dengan Russefendi (1988 : 23) yang mengatakan
bahwa matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan,
definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah
dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering
disebut ilmu deduktif.
James dan James
(1976) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya.
Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan
geometri. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi
menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis dengan
aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.
Selain itu ada juga
pendapat dari Johnson dan Rising(1972)
yang menyatakan matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah
yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai
bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat
dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsure yang tidak
didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya
adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu
seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.
Lain halnya dengan Reys - dkk (1984), matematika
adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir,
suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Kline
(1973) matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena
dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Menurut Roy Hollands ”matematika adalah suatu
sistem yang rumit tetapi tersusun sangat baik yang mempunyai banyak cabang”.
Secara luas matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan tetapi
lebih luas ia berhubungan dengan alam semesta. The Liang Gie mengutip pendapat
seorang ahli matematika bernama Charles
Edwar Jeanneret yang mengatakan: ”Mathematics is the majestic structure by
man to grant him comprehension of the universe, yang artinya matematika adalah
struktur besar yang dibangun oleh manusia untuk memberikan pemahaman mengenai
jagat raya.
Menurut Soedjadi (2000: 1) mengemukakan bahwa
ada beberapa definisi atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang
pembuatnya, yaitu sebagai berikut:
·
Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr
secara sistematik
·
Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan
kalkulasi
·
Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik
dan berhubungan dengan bilangan.
·
Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif
dan masalah tentang ruang dan bentuk.
·
Matematika adalah pengetahuan tentang
struktur-struktur yang logic
·
Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan
yang ketat.
Ernest melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme
sosial yang memenuhi tiga premis sebagai berikut: i) The basis of
mathematical knowledge is linguistic language, conventions and rules, and
language is a social constructions; ii) Interpersonal social processes are
required to turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after
publication, into accepted objective mathematical knowledge; and iii)
Objectivity itself will be understood to be social. (Ernest, 1991:42).
Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh yang memandang matematika sebagai suatu
konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes mengatakan bahwa matematika
adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan
diajarkan sebagai ilmu seni. (Ruseffendi, 1988:160).
Bourne
juga memahami matematika sebagai konstruktivisme
sosial dengan penekanannya pada knowing how, yaitu pebelajar dipandang sebagai
makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara
berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing
that yang dianut oleh kaum absoluitis, di mana pebelajar dipandang sebagai
mahluk yang pasif dan seenaknya dapat diisi informasi dari tindakan hingga
tujuan. (Romberg, T.A. 1992: 752).
Kitcher lebih memfokuskan perhatiannya kepada komponen dalam
kegiatan matematika. (Jackson, 1992:753). Dia mengklaim bahwa matematika
terdiri atas komponen-komponen: bahasa (language) yang dijalankan oleh para
matematikawan, pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan,
pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum terpecahkan, alasan
(reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan ide matematika
itu sendiri. Bahkan secara lebih luas matematika dipandang sebagai the science
of pattern.
Sejalan
dengan kedua pandangan di atas, Sujono (1988:5) mengemukakan beberapa
pengertian matematika. Di antaranya, matematika diartikan sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu,
matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah
yang berhubungan dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika sebagai
ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.
Pengertian
yang lebih plural tentang matematika dikemukakan oleh Freudental
(1991:1). Dia mengatakan bahwa “mathematics look like a plural as it still
is in French Les Mathematiques .Indeed, long ago it meant a plural: four arts
(liberal ones worth being pursued by free men). Mathematics was the quadrivium,
the sum of arithmetic, geometry astronomy and music, held in higher esteem than
the (more trivial) trivium: grammar, rhetoric and dialectic. …As far as I am
familiar with languages, Ducth is the only one in which the term for
mathematics is neither derived from nor resembles the internationally
sanctioned Mathematica. The Ducth term was virtually coined by Simon
(1548-1620): Wiskunde, the science of what is certain. Wis en zeker, sure and
certain, is that which does not yield to any doubt, and kunde means, knowledge,
theory.
Dari
sisi abstraksi matematika, Newman melihat tiga ciri utama matematika,
yaitu; matematika disajikan dalam pola yang lebih ketat, matematika berkembang
dan digunakan lebih luas dari pada ilmu-ilmu lain, dan matematika lebih
terkonsentrasi pada konsep. (Jackson, 1992:755).
Selanjutnya,
pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya telah muncul
sejak kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya Plato
(427–347 SM) dan seorang muridnya Aristoteles (348–322 SM). Mereka mempunyai
pendapat yang berlainan. Plato berpendapat, bahwa matematika adalah
identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa
matematika harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia
nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika
(teori bilangan) dan logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar
aritmetika berpengaruh positif karena memaksa yang belajar untuk belajar
bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian matematika ditingkatkan menjadi
mental aktivitas mental abstrak pada objek-objek yang ada secara lahiriah,
tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Matematika adalah salah satu
pengetahuan tertua yang terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang. Matematika
adalah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari
ilmu pengetahuan alam. Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika
yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti
mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula
dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya
belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika
berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).
B. Hakekat IPA Menurut Beberapa Ahli
Definisi
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah
ilmu yang mempelajari alam, baik tumbuhan maupun hewan serta di dalam IPA juga
membahas tentang gejala alam. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta, konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan
membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut
menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual.Maksudnya, IPA
merupakan suatu ilmu yang berdasarkan fakta yang ada (nyata).
Ilmu alam (bahasa Inggris: natural
science; atau ilmu pengetahuan alam) adalah istilah yang digunakan yang
merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah
benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapanpun dan dimanapun.[2] Pada dasarnya,
ilmu alam maupun ilmu sosial tidak bisa terlepas dari observasi, karena
observasi merupakan suatu cara yang ditempuh untuk mencari kebenaran dan
keakuratan data yang diperoleh.
Menurut Para Ahli
1) Menurut H.W. Fowler :
“Ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan alam yang sistematis dan dirumuskan ,
yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas
pengamatan dan deduksi”.
2) Menurut Robert B.Sund :
“Ilmu pengetahuan alam adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses“.
Dalam definisi ini IPA mengandung dua
unsur, yaitu sebagai sekumpulan pengetahuan dan sebagai suatu proses untuk
memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tersebut.
Ø Dengan
demikian, hakekat IPA adalah:
1) IPA pada hakikatnya
merupakan suatu produk atau hasil. IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan
sekumpulan konsep-konsep dan bagan konsep yang merupakan hasil suatu proses
tertentu.
2) IPA pada hakikatnya
adalah suatu proses. Yaitu proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi,
menemukan dan mengembangkan produk-produk IPA. Dalam Proses ini digunakan
metode ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan
eksperimen.
C.Nilai-nilai yang terkandung dalam
IPA
A. Nilai-Nilai Sosial dari IPA
1) Nilai etik dan estetika dari IPA
Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai nilai-nilai etik dan
estetika yang tinggi. Nilai-nilai itu terutama terletak pada sistem yang
menetapkan ‘kebenaran yang objektif’ pada tempat yang paling utama. Adapun
proses IPA itu sendiri dapat dianggap sebagai suatu latihan mencari,
meresapkan, dan menghayati nilai-nilai luhur.
2) Nilai moral atau humaniora dari
IPA
Nilai-nilai moral atau humaniora dari IPA nampaknya
mempunyai dua muka yang berlawanan arah. Muka yang menuju kepada cita-cita
kemanusiaan yang luhur sedang muka yang lain menuju kepada tindak immoral yang
tidak saja dapat melenyapkan nilai-nilai luhur namun dapat melenyapkan
eksistensi manusia itu sendiri.
IPA dan teknologi sekedar alat yang sangat tergantung
dari manusianya yang berada di belakang alat itu, untuk apa itu akan digunakan.
Dengan kata lain, IPA itu sendiri adalah ‘suci’, yang tidak suci itu ialah
manusianya.
3) Nilai ekonomi dari IPA
Seorang ahli IPA, mungkin ia telah bertahun-tahun
melakukan suatu penelitian. Katakanlah ia menemukan suatu kaidah dari suatu
fenomena tertentu. Apakah temuannya itu mempunyai niali ekonomi? Memang tidak
dapat dikatakan dengan tegas karena nilai ekonominya tidak langsung. Ini baru
menjadi kenyataan bila temuan itu dapat digunakan untuk memproduksi sesuatu
yang bermanfaat bagi masyarakat.lain daripada itu, bagi sang penemu,
keberhasilannya itu dapat meningkatkan harga diri atau kepercayaan masyarakat
terhadap dirinya. Ini berarti temuannya itu dapat memberi ‘nilai tambah’ bagi
dirinya.
B. Nilai-Nilai
Psikologis/Paedagogis IPA
1) Sikap mencintai kebenaran
IPA selalu mendambakan kebenaran yaitu kesesuaiannya
pikiran dan kenyataan. Oleh karena itu mereka yang selalu terlibat dalam proses
IPA diharapkan mendapatkan imbas atau dampak positif berupa sikap ilmiah yang
demikian itu.
2) Sikap tidak purbasangka
Kita boleh saja mengadakan dugaan yang masuk akal
(hipotesis) asal dugaan itu diuji kebenarannya sesuai dengan kenyataannya atau
tidak, baru menetapkan kesimpulan. Dalam kehidupan sehari-hari sikap
purbasangka sangat sering menimbulkan bencana pertengkaran dan hidup ini
menjadi tidak tenang dan tidak bahagia.
3) Sadar bahwa kebenaran ilmu yang
diciptakan manusia itu tidak pernah mutlak
Kesimpulan seorang ilmuwan dapat hanya berlaku untuk
sementara atau menyadari bahwa pengetahuan yang ia dapat itu baru sebagian,
maka hal ini akan menjadikan orang itu bersikap rendah hati dan tidak sombong.
4) Yakin akan adanya tatanan alami
yang teratur dalam alam semesta ini
Dengan mempelajari tentang hubungan antar gejala alam
dan mendapatkan/menemukan adanya kaidah-kaidah atau hukum-hukum alam yang
ternyata begitu konsisten aturan-aturannya maka orang akan menyadari bahwa alam
semesta ini telah ditata dengan sangat teratur. Hal ini dapat memberikan
pengaruh positif untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5) Bersikap toleran atau dapat
menghargai pendapat orang lain
Menyadari bahwa pengetahuan yang ia miliki bersifat
tidak mutlak sempurna maka ia dapat menghargai pendapat orang lain ternyata
lebih mengetahuinya atau lebih sempurna untuk memperbaiki, melengkapi, maupun
untuk meningkatkan pengetahuannya.
6) Bersikap tidak putus asa
Orang-orang yang berkecimpung dalam IPA, mereka
menggali atau mencari kebenaran. Mereka akan bahagia bila mendapatkan kebenaran
yang mereka yakini itu. Apalagi bila kebenaran itu juga dapat membuat orang
lain sejahtera dan bahagia dalam hidupnya. Oleh karena itu mereka tidak pernah
putus asa dan selalu berusaha untuk mencari kebenaran itu walaupun seringkali
tidak memperoleh apa-apa.
7) Sikap teliti dan hati-hati
Seorang ilmuwan IPA memiliki sifat teliti dalam
melakukan sesuatu serta hati-hati dalam mengambil kesimpulan ataupun dalam
mengelurkan pendapatnya.
8) Sikap ‘curious’ atau
‘ingin tahu’
Para ilmuwan atau mereka yang berkecimpung dalam IPA
akan didorong untuk ingin tahu lebih banyak, karena ilmu pengetahuan itu
merupakan sistem yang utuh sehingga pengetahuan yang satu akan menunjang untuk
mudah memahami yang lain, dan pengetahuan yang mereka dapatkan tentu akan
memberikan ‘reinforcement’ untuk mendorong mereka mencari tahu lebih
banyak.
9) Sikap optimis
Ilmuwan IPA selalu optimis, karena mereka sudah
terbiasa dengan suatu eksperimentasi yang tak selalu menghasilkan sesuatu yang
mereka harapkan, namun bila berhasil, temuannya itu akan memberikan imbalan
kebahagiaan yang tak ternilai dengan uang. Oleh karena itu ilmuwan IPA
berpendirian bahwa segala sesuatu itu tidak ada yang tidak mungkin dikerjakan.
D . Keterbatasan IPA
1) IPA tidak menjangkau untuk menguji kebenaran adanya
Tuhan, karena IPA sengaja membatasi diri pada alam fisik.
2) IPA tidak dapat menjangkau secara sempurna tentang
objek pengamatannya
3) IPA tidak menjangkau masalah etika (tata krama)
yang mempermasalahkan tingkah laku yang baik atau buruk. Juga tak menjangkau
masalah estetika yang tersangkut paut dengan keindahan. Juga tidak mungkin
tentang sistem nilai.
Sumber :
http://rudy-unesa.blogspot.com/2010/12/nilai-nilai-ilmu-pengetahuan-alam.html
Langganan:
Postingan (Atom)